Rabu, 29 Februari 2012

BOHONG ITU.....

Pada dasarnya sifat fitrah manusia adalah suci, bersih, suka yang baik-baik, dll. Tetapi ada saatnya manusia itu lupa akan kefitrahannya sendiri yang diakibatkan oleh beberapa faktor external yang mempengaruhi titik inti dari manusia yang dinamakan hati. faktor-faktor tersebut mempengaruhi manusia sejalan dengan bertambah dewasa, bertambah pengalaman dan bertambah umur dari seorang manusia, sehingga perlu adanya filter yang terpasang didalam titik inti manusia tadi yang berupa ajaran agama, norma dan aturan-aturan lain yang bersifat sebagai penyejuk hati atau juga dinamakan siraman hati. 
Ketika berbicara hati maka tidak bisa dilepaskan dari yang namanya penyakit hati. Penyakit hati merupakan  beberapa jenis sifat negatif yang dapat merasuki seseorang kapan pun dan dimanapun. Jenis-jenis penyakit hati diantaranya:
  1. Takabur (Sombong)
  2. Riya (Ingin dilihat orang lain)
  3. Sum'ah (ingin didengar orang lain)
  4. Bohong
  5. Iri
  6. Dengki
  7. Hasud
  8. dll
Dari beberapa jenis penyakit hati tadi ada yang dinamakan bohong.Hukum dasar BOHONG ITU adalah haram seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT dan disabdakan Rosul-Nya seperti berikut:

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. 17:36)
Dalam ayat lain, artinya,
"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir". (QS. 50:18)
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa ayat-ayat di atas merupakan dalil-dalil yang mengharamkan dusta, terlebih lagi dusta atas nama Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya, seperti mengatakan Allah subhanahu wata’ala berfirman begini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda begini, atau menafsirkan perkataan keduanya tanpa makna yang sebenarnya padahal keduanya tidak pernah mengatakan hal seperti itu. Dan perbuatan semacam ini tergolong ke dalam perbuatan dosa besar (al-kabâir). Sebagaimana telah dijelaskan di dalam al-Qur'an, artinya, "Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan. Sesungguh nya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 6:144)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah ia menyiapkan bangkunya di neraka". (Muttafaq 'alaih)
Rasulullah bersabda, “Jauhkan lah oleh kalian perbuatan dusta, maka sesungguhnya dusta itu menunjukkan/mengantarkan ke jalan kemaksiatan dan sesungguhnya kemaksiatan itu menyeret ke dalam neraka." (Muttafaq'alaih)
Dusta di samping ia adalah perbuatan tercela dan diharamkan, juga merupakan bagian dari ciri-ciri orang-orang munafiq. Hal ini juga dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Ciri-ciri orang munafiq ada tiga: apabila berbicara ia dusta, dan apabila berjanji, ia mengingkari, dan apabila dipercaya dia berkhianat". (Muttafaq 'alaih). (Istana Kecil Nia)
 
Sebagai manusia yang baragama Islam tentu kita mengetahui dan seharusnya tahu bahwa Allah SWT itu adalah Maha Tahu atas segala yang ada di Bumi dan di langit juga apa yang lahir maupun batin dan yang berupa jisim maupun goib, hal itu tidak dapat ditawar lagi. semua apa yang kita lakukan senantiasa ada pada pantauan Allah SWT sepanjang waktu selama kita hidup dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak dihadapan allah SWT dihari pembalasan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. 17:36)
Tetapi maaf disini penulis mengucapkan Na'udzubillahimindzalik, ada beberapa orang yang menjadikan bohong itu adalah suatu kebiasaan atau bahkan kebanggaan apabila dapat berbohong secara sukses atau tidak diketahui oleh orang lain, tetapi yang penulis heran lagi bahwa ada orang yang kebiasaan bohong sehingga menganggap orang llain tidak tahu, padahal kebohongannya itu sangat mudah diketahui atau ditebak, sehingga semua orang tahu bahwa dia bohong. Masya Allah...
Namun adakalanya BOHONG ITU diperbolehkan demi terciptanya kebaikan, seperti yang telah Nabi SAW sabdakan:
1. Hadits Ummu Kultsum:
عن أم كلثوم بنت عقبة أخبرته : أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا
Artinya:
Dari Ummu Kultsum binti Uqbah mengkhabarkan bahwa dia mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia (yang bertikai) kemudian dia melebih-lebihkan kebaikan atau berkata baik”. [Muttafaqun 'Alaih]
Di dalam riwayat Al Imam Muslim ada tambahan:
ولم أسمع يرخص في شيء مما يقول الناس كذب إلا في ثلاث الحرب والإصلاح بين الناس وحديث الرجل امرأته وحديث المرأة زوجها
Artinya:
Dan aku (Ummu Kultsum) tidak mendengar bahwa beliau memberikan rukhsoh (keringanan) dari dusta yang dikatakan oleh manusia kecuali dalam perang, mendamaikan antara manusia, pembicaraan seorang suami pada istrinya dan pembicaraan istri pada suaminya”.
[Dinukil dari Riyadhush Sholihin, Bab. Al Ishlah bainan naas]
Hadits Ummu Kultsum ini diriwayatkan juga oleh At Tirmidzi (no.2063, Maktabah Asy Syamilah) dan beliau katakan, ‘Ini adalah Hadits Hasan Shohih’. Dan Abu Dawud (no.4920, Baitul Afkaar Ad Dauliyah)

2. Hadits Asma’ binti Yazid diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam Sunannya yang redaksinya hampir sama dengan hadits Ummu Kultsum yaitu:
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِى الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ ». وَقَالَ مَحْمُودٌ فِى حَدِيثِهِ « لاَ يَصْلُحُ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ لاَ نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَسْمَاءَ إِلاَّ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ خُثَيْمٍ.
Artinya:
Dari Asma’ binti Yazid dia berkata: Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Bohong itu tidak halal kecuali dalam tiga hal (yaitu) suami pada istrinya agar mendapat ridho istrinya, bohong dalam perang, dan bohong untuk mendamaikan diantara manusia”.
Mahmud berkata dalam haditsnya: “Tidak boleh berbohong kecuali dalam tiga hal”.
Abu ‘Isa (At Tirmidzi) berkata, ‘Ini hadits hasan, kami tidak mengetahuinya dari hadits Asma’ kecuali dari hadits Ibnu Khutsaim’. [Sunan At Tirmidzi (2064) 7/408, Maktabah Asy Syamilah] (abu khodijah.Blog)

Dalam memandang hukum sifat bohong ini sebaiknya kita selalu berhati-hati, walaupun ada kalanya bohong itu diperbolehkan dalam beberapa hal seperti yang telah disampaikan diatas, karena bohong itu merupakan penyakit dan bersifat ketagihan bagi orang yang pernah berbohong apalagi kalau bohongnya tidak diketahui oarang lain, sehingga menuntut untuk berbohong lagi.
Maka dari itu sebaiknya penyakit hati tadi cepat-cepat diobati dengan memperbanyak dzikir kepada Allah SWT atau dengan melakukan enam oba hati yang barang kali telah sahabat ketahui semua.:
Mudah-mudahan penjelasan yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kita, Wallahua'lam bish-shawab.




Minggu, 19 Februari 2012

SKRIPSI


KONDISI KEKUATAN PERSENJATAAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG OPERASI TRIKORA 1961-1962


SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan




 










Oleh,
MOH. SYARIF HIDAYAT
072171013






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2011











PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama                           : Moh. Syarif Hidayat
NPM                           : 072171013
Program Studi             : Pendidikan Sejarah
Alamat                        : Cipicung RT. 18 RW. 09 Desa Karangsari Kec. Padaherang
                                      Kab. Ciamis

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “KONDISI KEKUATAN PERSENJATAAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG OPERASI TRIKORA 1961-1962” beserta seluruh isinya adalah sepenuhnya karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung konsekuensi atau sangsi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian skripsi ini.

                                                                                          Tasikmalaya, Maret 2011
                                                                                          Yang Membuat Pernyataan, 


                                                                                              Moh. Syarif Hidayat

                                                                                                  NIM.072171013







KONDISI KEKUATAN PERSENJATAAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG OPERASI TRIKORA 1961-1962

MOH. SYARIF HIDAYAT
072171013


Disahkan oleh:
Pembimbing I



Drs. Alex Anis Ahmad, M.Pd
NIK. 411287065
Pembimbing II



Dodih Heryadi, M.Pd
NIK. 411286044

Disetujui oleh:
Dekan,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan



Prof. Dr. H. Yus Darusman, M.Si
NIP. 131409685
Ketua Program Studi



Drs. Alex Anis Ahmad, M.Pd
NIK. 411287065





ABSTRAK

MOH. SYARIF HIDYAT (2011). “Kondisi Kekuatan Persenjataan Tentara Nasional Indonesia Dalam Mendukung Operasi Trikora 1961-1962”. Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

            Penulisan skripsi ini bertujuan pertama untuk mengetahui bagaimana proses pengadaan Persenjataan TNI menjelang operasi Trikora, kedua bagaimana kondisi kekuatan Persenjataan TNI dalam mendukung Operasi Trikora, ketiga sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode sejarah dengan tahapan sebagai berikut : Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historiografi. Data dikumpulkan dengan memakai system kartu. Data setelah terkumpul dianalisis melalui kritik intern dan ekstern. Pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Teknik analisis data dengan pendekatan ilmu yang berdimensi ruang dan waktu dimasa lalu.
            Hasil penelitian menginformasikan bahwa: Sejak Desember 1950 Indonesia telah menjalin hubungan diplomatik yang erat dengan pemerintah Uni Soviet dan mencapai puncaknya pada tahun 1960 yaitu dengan disepakatinya beberapa perjanjian kerjasama dibidang ekonomi, sosial dan militer. Pada tahun 1961 Balanda masih melakukan kolonialismenya di Irian Barat, walaupun sudah melewati beberapa perundingan yang mengharuskan Belanda untuk meninggalkan Irian Barat namun usaha tersebut selalu gagal. Pada tanggal 4 Maret 1961 di Jakarta dilangsungkan penandatanganan perjanjian pembelian senjata dari Uni Soviet senilai 2,5 milyar dolar AS atas dasar kredit jangka panjang. Pembelian senjata tersebut adalah pembelian yang terbesar yang pernah dilakukan dengan luar negeri sampai saat itu. Tujuannya adalah mempersiapkan potensi militer Indonesia dengan kekuatan yang diperhitungkan kemampuannya untuk membebaskan Irian Barat dengan kekuatan bersenjata jika diperlukan. Dengan pembelian persenjataan itulah kekuatan militer Indonesia menjelma menjadi salah satu yang terkuat di dunia, bahkan terkuat di belahan bumi bagian selatan.






i
 
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil alamin, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kenikmatan dan kesempatan kepada penulis dapat menyusun skripsi ini dengan judul :   “KONDISI KEKUATAN PERSENJATAAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG OPERSI TRIKORA 1961-1962. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian Sidang Sarjana  Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Siliwangi Tasikmalaya Tahun 2011.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, baik dalam segi penulisan maupun materi yang diungkapkan, semua ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki penulis.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1.      Bapak Alex Anis Ahmad, Drs. M.Pd. selaku dosen pembimbing I dan merangkap sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah, yang telah memberikan motivasi, bimbingan, petunjuk dan arahan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
2.      Bapak Dodih Heryadi, M.Pd selaku  dosen pembimbing II, yang juga telah memberikan motivasi, bimbingan, petunjuk dan arahan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
ii
 
3.      Prof. Dr. H. Yus Darusman, Drs. M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya.
4.      Staf Dosen dan staf Administrasi Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya.
5.      Ayahanda K.H. Muksinudin dan Ibunda Hj. Maryatun tercinta yang senantiasa memberikan dorongan  mengiringi semangat penulis dengan do’a yang tulus serta memberikan bantuan moril maupun materil, semoga Allah SWT menyayangi, mencintai, dan membalas budi baik beliau berdua.
6.      Emak Darsih, Kakak-kakakku (Ir. Suhendro dan Siti Munawaroh, Mahmudin, S.Ag dan Siti Muniroh, Endang Ruhiyat, S. Ag dan Siti Marhamah), keponakan-keponakanku (Neng Rika, Sania Fadila, Nursabila, Anwar, Fahri, Irfan, Rida dan Hasna)  yang telah memberikan motivasi, keceriaan serta bantuan moril maupun materil, semoga Allah SWT membalasnya.
7.      Sahabat-sahabatku di Cipicung dan rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi angkatan 2007 yang telah memberikan motivasi kepada penulis.
Semoga segala amal dan kebaikan yang diberikan kepada penulis mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata mudah-mudahan skripsi ini dapat berguna bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya, Amiin.
Tasikmalaya, Mei 2011
                                                                                                   Penulis 













DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRAK............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………   . v
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................. 3
C.     Definisi Operasional.............................................................................. 4
D.    Tujuan Penulisan.................................................................................... 4
E.     Kegunaan Penulisan.............................................................................. 5
BAB II LANDAS TEORETIS
A.    Kajian Teoretis...................................................................................... 6
B.     Hasil Penelitian yang Relevan.............................................................. 10 
C.     Anggapan Dasar................................................................................... 11
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A.    Metode Penelitian................................................................................. 13
B.     Variable Penelitian................................................................................ 15
C.     Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 15
D.    Instrumen Penelitian............................................................................. 15
E.     Langkah-langkah Penelitian.................................................................. 16
F.      Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 17
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Definisi Alutsista.................................................................................. 19
B.     Alasan Pembelian Alutsista ke Uni Soviet........................................... 20
C.     Pengaruh Pembelian Sejata ke Uni Soviet Terhadap politik Luar Negeri Indonesia…………………………………………...………….……...28
D.    Kekuatan  Alutsista Indonesia (TNI) Tahun 1960an
1.        Proses Pembelian........................................................................... 30
2.        Proses Pengoperasian..................................................................... 36
3.        Pengaruh Kekuatan Alutsista TNI Terhadap Kesepakatan Perjanjian dengan Belanda      39
4.        Kolonialisme Belanda di Irian Barat Berakhir............................... 41
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan............................................................................................... 44
B.     Saran..................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....46
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP



 
 
 
 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Masa setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bukan berarti Indonesia terbebas dari segala macam persoalan kedaulatan, tetapi merupakan masa yang sangat penting dalam pembuktian sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, yaitu negara yang sudah mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara yang mandiri, tidak berada dalam kekuasaan atau kontrol negara lain serta sebagai negara yang mempunyai kekuasaan yang tidak mengakui adanya kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaannya sendiri.
             Kekuasaan Belanda yang masih membelenggu di tanah Indonesia pada tahun 1960an merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintahan yang masih muda ini, selain tantangan lain yang muncul baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini tentunya dihadapi oleh pemerintah Indonesia dengan berbagai macam upaya, baik dengan cara mengadakan perundingan-perundingan maupun dengan cara perang fisik secara terbuka.
  Salah satu dari tindakan Belanda yang ingin mengganggu bahkan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia secara penuh adalah ketidak konsistenan Belanda dalam menjalankan isi perjanjian yang telah disepakati dalam Konfrensi Meja Bundar (KMB) yaitu menyerahkan kedaulatan Indonesia  kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat tanpa sarat apapun, serta mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai negara yang berdaulat. (Notosutarjo, Dokumen Konfrensi Meja Bundar, hal : 69)
            Pelanggaran  ini ditandai masih berkuasanya Belanda pada tahun 1961 di tanah Irian Barat. Setelah melalui beberapa perundingan dan pendekatan di PBB pada pihak Belanda untuk mencari penyelesaian masalah Irian Barat selalu menemui jalan buntu, maka diputuskanlah untuk menempuh jalan militer. (Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1972 : 468) Pemerintah Indonesia melalui Presiden Sukarno menyerukan operasi militer pembebasan Irian Barat yang dikenal dengan sebutan Operasi Trikora, yaitu operasi militer dan  merupakan ekspedisi gabungan militer yang terbesar dalam sejarah Republik Indonesia untuk merebut Irian Barat dari cengkraman penjajah Belanda.
  Dalam rangka  dilakukannya operasi tersebut, sebelumnya pemerintah Indonesia telah mempersiapkan diri dengan membeli Alat Utama Sistem Persenjataan (ALUTSISTA) atau peralatan perang yang paling mutakhir dari Uni Soviet untuk digunakan oleh pasukan TNI yang tergabung dalam Komando Mandala, sehingga militer Indonesia setelah pembelian Alat Utama Sistem Persenjataan (ALUTSISTA) ini menjelma menjadi yang terkuat di belahan bumi bagian selatan. (Carmelia Sukmawati, 2000 : 67) Salah satunya adalah TNI Angkatan Udara  yang memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari empat negara di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika, Rusia, dan Inggris.
            Seperti kita ketahui, bahwa Indonesia telah mengalami beberapa pertempuran dalam merebut serta mempertahankan kemerdekaan. Namun pertempuran-pertempuran tersebut dijalankan dengan peralatan perang yang kekuatannya jauh tidak seimbang dengan kekuatan musuh. Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI sebelum itu hanya mengandalkan persenjataan bekas perang kemerdekaan yang sebagian besar hasil rampasan perang dari Jepang maupun Belanda. 
            Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang kekuatan yang dikerahkan oleh TNI dari segi Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) dalam rangka melakukan perlawanan terhadap kekuatan pasukan Belanda yang ada di Irian Barat melalui operasi Trikora.

B.     Rumusan Masalah
            Dalam skripsi ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana kondisi kekuatan Alat Utama Sistem Persenjataan (ALUTSISTA) TNI sebelum Operasi Trikora?
2.      Bagaimana proses pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (ALUTSISTA) TNI menjelang operasi Trikora?





C.    Definisi Operasional
            Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mendefinisikan tulisan ini, perlu kiranya dibuat suatu penjelasan istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini sebagai berikut:
            Kondisi merupakan suasana, keadaan atau situasi yang sedang berlaku. Bisa juga sebagai kata sifat perihal suatu benda. Alat Utama Sistem Persenjataan adalah istilah untuk menyebutkan  peralatan perang. Trikora adalah singkatan dari Tri Komando Rakyat yang oleh Presiden Soekarno dijadikan nama operasi militer dalam rangka pembebasan Irian Barat dari cengkraman Belanda.

D.    Tujuan Penulisan
            Tujuan dapat diartikan suatu aktivitas yang berusaha mencapai sasaran yang diinginkan.
            Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah:
1.      Untuk mengetahui bagaimana kondisi kekuatan Alat Utama Sistem Persenjataan (ALUTSISTA) TNI dalam mendukung Operasi Trikora.
2.      Untuk mengetahui bagaimana proses pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (ALUTSISTA) TNI pada masa operasi Trikora?




E.     Kegunaan Penulisan
            Melalui tulisan ini , diharapkan para pembaca terutama para pelajar dan mahasiswa dapat mengetahui dengan pasti alat persenjataan yang digunakan TNI  pada waktu perang pembebasan Irian Barat melawan tentara Belanda yang kemudian dikenal dengan peristiwa Operasi Trikora.
            Pada pertempuran itu, dengan persenjataan yang dimiliki oleh TNI seperti yang dijelaskan dalam tulisan ini, TNI mendapat kemenangan yang penuh arti dengan mengusir tentara Belanda. Kisah ini tentu menjadi sebuah pembelajaran bagi pembaca, khususnya bagi penulis.












BAB II

LANDASAN TEORETIS

A.    Kajian Teoretis
            Bahwa satu-satunya hak milik Nasional Republik yang masih utuh tidak berubah-ubah meskipun harus mengalami segala macam soal dan perubahan, hanyalah Angkatan Perang Republik Indonesia / TNI. (Surat Panglima Besar Jendral Sudirman kepada Presiden Soekarno, 1 Agustus 1949)
             Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa setiap negara dapat bertahan apabila memiliki angkatan perang yang kuat. Apabila angkatan perang suatu negara kuat maka akan berimbas terhadap seluruh sektor kehidupan yang ada di negara tersebut, sehingga keamanan dan kemakmuran akan dapat terjaga.
            Untuk mewujudkan angkatan perang yang kuat, tentunya harus didukung oleh beberapa faktor, diantaranya adalah peralatan perang yang sesuai dengan kemajuan zaman. Peralatan perang ini di Tentara Nasional Indonesia (TNI) ada dua kategori yaitu disebut dengan istilah Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) dan non Alutsista. Alutsista dapat diartikan semua peralatan militer yang berhubungan dengan teknologi persenjataan, baik yang digunakan secara individu maupun kelompok, contoh kapal perang, senapan, pesawat tempur, tank dll. Peralatan perang yang termasuk kategori non Alutsista adalah peralatan perang selain teknologi senjata, contoh seragam militer,sepatu, baret, dll.
Berdasarkan data dan fakta sejarah, hubungan Indonesia dengan Uni Soviet dimulai sejak 25 Januari 1950, ketika Uni Soviet mengakui kemerdekaan Indonesia dan menginginkan hubungan bilateral antara kedua Negara. Antara tahun 1950-1965 Indonesia menjalin hubungan sangat erat dengan Uni Soviet. Sebagai negara yang baru terbentuk, Indonesia membutuhkan dukungan dari masyarakat dunia dan Uni Soviet berhasil menempatkan diri sebagai sahabat dekat Indonesia.
Pada tahun 1960 Belanda masih berkuasa di Irian Barat, berbagai pendekatan Indonesia di PBB pada pihak Belanda untuk menyelesaikan masalah Irian Barat akhirnya menemui jalan buntu, pada tanggal 17 Agustus 1960 hubungan diplomatik dengan Belanda diputuskan, maka diambillah keputusan oleh Presiden Soekarno untuk menempuh jalan militer. (Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1972 : 468)
Pemerintah Indonesia mulai mencari bantuan senjata dari luar negeri, karena kalau mengandalkan peralatan tempur peninggalan perang kemerdekaan  tidak akan mampu menghadapi kekuatan Belanda yang pada saat itu sudah diperkuat dengan kapal induk salah satunya yaitu kapal induk Karel Dorman. (Sejarah Nasional Indonesia VI, 1993 :114)
Kedatangan kapal induk Karel Doorman dan pengembangan kekuatan Belanda di Irian Barat jadi kenyataan di tahun 1960 sebagai berikut : Satu brigade infanteri berasal dari resimen infanteri “oranje” Gelderland dengan 3 batalyon; satu detasemen penangkis serangan udara kurang lebih 500 orang; brigade Papua yang diperkirakan pada akhir tahun 1960 akan terbentuk satu batalyon. AL Belanda (KM) terdiri dari: 1perusak, 3 kapal perang lebih kecil (kawal perusak), 10 LST, 2 kapal survey; Corps Marinirs (CM) 1 brigade terdiri dari 3 batalyon; Marine Luchvart Dienst (MLD) 1 skwadron pesawat penempur baru firefly, 1 flight dari 3 pesawat Catalina (Ampibi). ½ skwadron pesawat intai maritime mariner, 1 unit dari 12 pesawat pembom anti kapal selam Neptune, yang akan ditambah 6 buah lagi. AU Belanda (ML): 1 skwadron pesawat buru sergap Hawker Hunter MK VI dengan 6 pesawat yang sudah siap tugas operasi, 1 flight pesawat helicopter intai dan ½ skwadron pesawat angkut Dakota, dan Kepolisian Belanda, Algemeene Politie, jumlah kekuatan diperkirakan 1.700 orang, Mobile Politie dibentuk dalam regu-regu dengan susunan infanteri, jumlah ini terus ditingkatkan dengan adanya infiltrasi kita. ( A.H. Nasution, 1989 : 75) 
Untuk menghadapi kekuatan Belanda tersebut, Indonesia mencoba meminta bantuan dari Amerika Serikat, namun gagal. Akhirnya pada bulan Desember 1960, Jendral A.  H. Nasution sebagai menteri Pertahanan pada saat itu pergi ke Moskow, Uni Soviet, untuk meminta bantuan persenjataan militer, dan akhirnya pada tanggal 4 Maret 1961 di Jakarta dilangsungkan penandatanganan perjanjian pembelian persenjataan antara delegasi dari Uni Soviet dengan perwakilan dari pemeritah Indonesia yang diwakili oleh Jendral A. H. Nasution senilai 2,5 Milyar dolar AS  atas dasar kredit jangka panjang. Pembelian senjata tersebut adalah pembelian terbesar yang pernah dilakukan dengan luar negeri sampai saat itu. Setelah pembelian tersebut, TNI mengklaim bahwa Indonesia memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan. (Carmelia Sukmawati, 2000 : 67)
Adapun peta kekuatan alutsista TNI setelah pembelian peralatan tersebut adalah 41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan), 9 Helikopter MI-6 (angkutan berat), 30 pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap MiG-17, 10 pesawat buru sergap MiG-19, pesawat pemburu supersonic MiG-21, 12 Kapal selam kelas Whiskey, puluhan kapal perang Korvet, 1 buah Kapal penjelajah KRI Irian kelas Sverdlov, 22 pesawat pembom ringan Ilyushin II-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16, 12 pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi rudal anti kapal, 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan Aqvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12B, 3 satuan pertahanan udara dengan roket dan radarnya dan 10 pesawat angkut berat C-130 Herkules buatan Amerika Serikat. ( A.H. Nasution, 1989 : 57)
Tujuan dari pembelian peralatan militer ini adalah untuk menekan Belanda secara terus menerus, agar bersedia menyerahkan kembali wilayah Irian Barat kepada Indonesia secara damai. Penyusunan kekuatan militer ini juga dimaksudkan untuk mempersiapkan potensi militer Indonesia dengan kekuatan yang diperhitungkan kemampuannya untuk membebaskan Irian Barat dengan kekuatan bersenjata jika diperlukan.

B.     Hasil Penelitian Yang Relevan
            Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan Irian Barat telah dilakukan secara sistematis termasuk tentang persiapan pengerahan kekuatan bersenjata yang diawali dengan pembelian Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) paling canggih saat itu secara besar-besaran kepada Uni Soviet untuk melengkapi persenjataan TNI, yang dalam pelaksanaanya nanti digunakan dalam sebuah operasi pembebasan Irian Barat atau Oparasi Trikora.
Menurut Ibu A. Yani dalam buku AHMAD YANI: Sebuah Kenang-kenangan  halaman 201, Tahun 1959 Mayjen A. Yani mendapat tugas membeli senjata yang dikenal dengan “Misi Yani”. Tidak kurang dari 4 bulan lamanya Pak Yani di luar negeri mengunjungi berbagai Negara di Eropa dan Amerika, dan hasil misi itu sangat memuaskan. Dengan Amerika serikat misi mengadakan perjanjian membeli senjata ringan. Dengan Inggris dan jerman Barat mesiu dan truk. Di Perancis Tank. Di Yugoslavia obat-obatan mesiu, di Swedia senjata berat, di Denmark senjata ringan, di Cekoslovakia truk, di Italia dan Pakistan mesiu.
Selain itu,menurut buku Sejarah Nasional Indonesia jilid VI halaman  114, pada bulan Desember 1960 Jenderal A.H. Nasution sebagai menteri pertahanan pergi ke Moskow untuk meminta bantuan peralatan perang, dan Indonesia mendapatkan bantuan jangka panjang berjumlah 2,5 milyar dolar Amerika dari Uni Soviet, maka sejak saat itu TNI mulai memperkuat pembangunan pertahanan udara, pertahanan maritim, serta pembentukan kekuatan ofensif (menyerang) terutama di laut dan udara.
             Salim Said dalam bukunya halaman 175, Pada saat akan berlangsungnya konfrontasi militer dengan Belanda, jumlah kapal perang yang dimiliki ALRI kira-kira 250 buah atau jika dihitung dalam tonase sekitar 350.000 ton dengan personalia berjumlah sekitar 40.000 orang. Antara 80 - 90 persen dari seluruh perlengkapan ALRI didatangkan dari Uni Soviet. Dengan dimilikinya “Komando Flotila” yaitu kapal-kapal berpeluru kendali kapal ke kapal oleh ALRI, Indonesia merupakan negara pertama yang memiliki kapal-kapal perang berpeluru kendali dan menjadi salah satu dari tiga negara di Asia disamping Jepang dan RRT yang memiliki kapal-kapal selam berkekuatan perusak yang sangat dahsyat. Indonesia saat itu memiliki sekitar 20 kapal selam dan kapal penjelajah raksasa RI “Irian” yang mempunyai 1050 anak buah kapal serta berbagai persenjataan modern.

C.    Anggapan Dasar
            Anggapan dasar merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang berfungsi sebagai hal-hal berpijak bagi penelitian selanjutnya. (Suharsimi Arikunto, 1998: 19)
            Berdasarkan dari pernyataan di atas, maka pada tulisan ini penulis mengemukakan anggapan dasar sebagai berikut:
1.      Masalah Irian Barat merupakan permasalahan yang sangat rumit dalam penyelesaiannya bagi Indonesia, pengambilan keputusan untuk menyelesaikan dengan operasi militer merupakan hal yang dipersiapkan sebagai jalan terakhir, keputusan tersebut mengharuskan Indonesia memiliki kekuatan militer yang kuat, sehingga pembelian peralatan militer secara besar-besaran pun menjadi keputusan yang wajib dilakukan.
2.      Kekuatan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI yang diterjunkan dalam operasi Trikora, dapat memberikan efek penggentar bagi Belanda, terutama dengan pembelian secara besar-besaran persenjataan yang paling mutakhir dari Uni Soviet.











BAB III

PROSEDUR  PENELITIAN

A.    Metode Penelitian
Pemecahan masalah pada suatu penelitian harus sesuai dengan tujuan serta sifat masalah yang akan diselidiki. Seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Menurut pendapatnya metode dalam arti kata cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan objek studi, yaitu mencocokan objek studi dengan metode yang asal saja. (Koentjaraningrat, 1977: 16)
Dalam tulisan ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan suatu metode penelitian historis. Metode historis adalah proses untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara mengupulkan, mengevaluasi, memverifikasi dan mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. (Dirjen Dikti, 1983: 8)
                        Menurut Ismaun (1984 : 94) Metode historis ini terdiri dari empat langkah penting atau teknik sebagai berikut:



1.    Heuristik
Tahap ini merupakan langkah awal bagi penulis dalam proses mencari dan mengumpulkan bahan-bahan informasi yang diperlukan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian skripsi ini.
2.    Kritik
Kritik sejarah adalah penilaian secara kritis terhadap data dan fakta sejarah yang ada. Data dan fakta sejarah yang telah diproses melalui kritik sejarah ini disebut bukti sejarah. Bukti sejarah adalah kumpulan fakta-fakta  dan informasi yang sudah divalidasi, yang dipandang terpercaya sebagai dasar yang baik untuk menguji dan menginterpretasi suatu permasalahan.
3.    Interpretasi
Pada tahapan ini, penulis melakukan interpretasi (penafsiran) dan analisis terhadap data dan fakta yang terkumpul. Prosedur ini dilakukan dengan mencari data dan fakta serta membuat tafsirannya.
4.    Historiografi
Setelah seluruh tahapan dalam metode sejarah telah dilakukan, yaitu pengumpulan data, kritik data dan interpretasi maka sebagai tahap terakhir adalah Historiografi atau penulisan sejarah.

B.     Variabel Penelitian
 “ Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi perhatian suatu penelitian”. (Arikunto, Suharsimi, 1998 : 111)
Kondisi kekuatan Alat Utama Sistem persenjataan (ALUTSISTA) TNI merupakan variable pada topik masalah dalam tulisan ini akan membuat sebuah gambaran bagaimana TNI melakukan Operasi Trikora. Dukungan peralatan perang yang paling mutakhir pada saat itu, merupakan  salah satu faktor  utama keberhasilan Operasi Trikora atau Operasi Pembebasan Irian Barat.

C.    Teknik Pengumpulan Data
                        Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam laporan penelitian ini dilakukan melelui studi literaturatau kajian pustaka. Penulis mengumpulkan sumber berupa buku, Koran dan situs yang berkaitan dengan masalah penelitian, kemudian membaca, menyeleksi, menelaah dan mengolahnyauntuk dituangkan ke dalam bentuk laporan penelitian.

D.    Instrumen Penelitian
  Arikunto, Suharsimi, (2006: 160) ” Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”. Instrumen digunakan untuk memperoleh data yang digunakan untuk menjawab penelitian.
Instrumen penelitian dalam tulisan ini, penulis menggunakan dengan apa yang disebut “sistem kartu”. Sistem kartu ini sudah lazim digunakan pada penelitian yang dalam pengumpulan datanya menggunakan teknik studi perpustakaan. Contoh sistem kartu ini sebagai berikut:
                                      15 cm
          Kode Buku

          Subjek

          Catatan
 


10 cm
        




            Kode Buku  untuk menyimpan kode buku yang dipakai, untuk buku sejarah kodenya 900. Subjek  isinya tentang identitas pengarang, judul karangan, penerbit, tempat penerbit dan tahun terbit.Catatan berguna untuk menyimpan kutipan yang diambil dari buku sumber yang dipakai.

E.     Langkah-Langkah Penelitian
              Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam melakukan penelitian ini mulai dari memilih masalah sampai dengan langkah terakhir yaitu penyusunan laporan sebagai berikut:
1.    Tahap Persiapan
a.         Mengajukan judul atau permasalahan yang akan diteliti kepada Dewan Bimbingan Skripsi.
b.         Membuat proposal penelitian.
c.         Mengajukan permohonan pelaksanaan seminar proposal kepada Dewan Bimbingan Skripsi.
d.        Konsultasi dengan pembimbing I dan II untuk memperbaiki proposal penelitian.
2.    Tahap Pelaksanaan
a.         Observasi/ studi pendahuluan.
b.         Melaksanakan penelitian.
c.         Mengumpulkan data.
3.    Tahap Pengolahan Data
a.         Analisis data.
b.         Penarikan kesimpulan.
c.         Menyusun laporan.

F.     Waktu dan Tempat Penelitian
              Penelitian ini penulis lakukan mulai bulan Desember 2010 sampai dengan bulan April 2010. Tempat penelitian penulis lakukan di perpustakaan Universitas Siliwangi. Untuk memperjelas waktu penelitian ini, penulis membuat tabel kerja sebagai berikut:




                                  TABEL KERJA PENYUSUNAN SKRIPSI

No

Proses
Bulan
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
A
Pra Penelitian







1.      Pengajuan judul







2.      Pembuatan Proposal







3.      Seminar Proposal






B
Bimbingan Skripsi







1.      Bimbingan judul dan bab I







2.      Bimbingan bab II







3.      Bimbingan bab III







4.      Bimbingan bab IV







5.      Bimbingan bab V, editing
















BAB IV


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Pengertian Alutsista
               Bahwa satu-satunya hak milik Nasional Republik yang masih utuh tidak berubah-ubah meskipun harus mengalami segala macam soal dan perubahan, hanyalah Angkatan Perang Republik Indonesia / TNI. (Surat Panglima Besar Jendral Sudirman kepada Presiden Soekarno, 1 Agustus 1949)
      Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa setiap negara dapat bertahan apabila memiliki angkatan perang yang kuat. Apabila angkatan perang suatu negara kuat maka akan berimbas terhadap seluruh sektor kehidupan yang ada di negara tersebut, sehingga kemanan dan kemakmuran akan dapat terjaga.
     Untuk mewujudkan angkatan perang yang kuat, tentunya harus didukung oleh beberapa faktor, diantaranya adalah peralatan perang yang sesuai dengan kemajuan zaman. Peralatan perang ini di Tentara Nasional Indonesia (TNI) ada dua kategori yaitu disebut dengan istilah Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) dan non Alutsista. Alutsista dapat diartikan semua peralatan militer yang berhubungan dengan teknologi persenjataan, baik yang digunakan secara individu maupun kelompok, contoh kapal perang, senapan, pesawat tempur, tank dll. Peralatan perang yang termasuk kategori non Alutsista adalah peralatan perang selain teknologi senjata, contoh seragam militer,sepatu, baret, dll.\

B.  Alasan Pembelian Alutsista Indonesia Ke Uni Soviet
               Peristiwa operasi Pembebasan Irian Barat tahun 1961 bertepatan dengan suasana dunia dalam perang dingin, yaitu sebutan bagi situasi tegang dan konflik antara Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet yang terjadi pada periode 1947 sampai 1991. Kedua negara adikuasa yang berbeda idiologi itu bersitegang dan berkompetisi secara politik dan militer. Masing-masing adikuasa menggalang dukungan dari negara-negara lain, Amerika Serikat dengan Blok Baratnya  beranggotakan negara-negara Eropa Barat, sedangkan Uni Soviet dengan Blok Timurnya beranggotakan negara-negara Eropa Timur dan negara komunis lainnya seperti Cina dan Kuba.
Bagaimana dengan Indonesia? Pada era perang dingin, Indonesia mempunyai kebijakan politik luar negeri yang” bebas aktif”, artinya Indonesia tidak memihak blok manapun dan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia bersama negara-negara lain seperti Mesir,Yugoslavia, dll.
Walaupun Indonesia menganut kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif, namun ketika terjadi penjajahan, Indonesia mau-tidak  mau  harus mencari bantuan dari salah satu negara adikuasa tadi untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka mengusir penjajahan, hal ini terjadi ketika Balanda masih melakukan kolonialismenya di bumi Irian Barat dan Indonesia menghendaki Belanda segera menyarahkan Irian Barat sesuai perjanjian Konfrensi Meja Bundar (KMB).
Indonesia hanya akan berunding dengan formal atas dasar penyerahan kedaulatan serta pemerintahan atas Irian Barat kepada Indonesia. Mengenai ini pihak Belanda masih memperlihatkan sikap perlawanan yang keras. (Salim Said, 2006 : 132)
“Dengan terpaksa Indonesia menempuh jalan kekerasan untuk membebaskan bagian tanah tumpah darahnya, karena cara-cara damai selama ini tidak mendapat pengertian yang sepatutnya dari pihak Belanda. Bangsa Indonesia adalah cinta damai, tapi lebih cinta kemerdekaan”. (Ibu A. Yani, 1981 : 204)
Setiap bangsa, betapa pun terbelakangnya, mempunyai hak untuk merdeka. Kolonialisme merupakan sumber konflik dan bahkan perang antar bangsa, oleh sebab itu harus dilakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mencegahnya. Sumber konflik antara Indonesia dan Belanda yang berlarut-larut terletak pada masalah kolonialisme Irian Barat  yang merupakan tuntutan bagi Indonesia, dan sebaliknya tuntutan pula bagi Belanda untuk melanjutkan penjajahannya. Konflik ini akan tak berhenti sampai Irian Barat diserahkan kepada Indonesia. (Delliar Noer, 1990 : 580)

 Perang adalah domain negara, menilik arti perang yaitu “sebagai salah satu resolusi konflik dengan menggunakan kekuatan bersenjata dan merupakan upaya terakhir yang diputuskan negara manakala upaya politis dengan cara-cara damai tidak dapat menyelesaikan konflik”. (JS. Prabowo, 2009 : 1)
 Mengingat peran negara dalam penyelesaian suatu konflik bersenjata antar negara begitu dominan, maka tuntutan tanggungjawab negara untuk memenangkan perang, selain tuntutan terhadap semua potensi nasional guna menjalankan kewajibannya untuk membela negara, maka negara harus dapat menjamin kesiapan negara untuk menang dalam suatu perang, di antaranya adalah jaminan dari kesiapan alutsista. (JS. Prabowo, 2009 : 1)
Sesuai dengan kutipan di atas, setelah gagal menyelesaikan masalah Irian Barat dengan jalan perundingan dan diplomasi, Pemerintah Indonesia mulai mencari batuan senjata dari luar negeri dalam rangka mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu dilakukan operasi militer dalam penyelasaian masalah Irian Barat, karena kalau mengandalkan peralatan tempur peninggalan perang kemerdekaan  tidak akan mampu menghadapi kekuatan Belanda yang pada saat itu sudah diperkuat dengan peralatan perang modern.
Kedatangan kapal induk Karel Doorman dan pengembangan kekuatan Belanda di Irian Barat jadi kenyataan di tahun 1960 sebagai berikut : Satu brigade infanteri berasal dari resimen infanteri “oranje” Gelderland dengan 3 batalyon; satu detasemen penangkis serangan udara kurang lebih 500 orang; brigade Papua yang diperkirakan pada akhir tahun 1960 akan terbentuk satu batalyon. AL Belanda (KM) terdiri dari: 1perusak, 3 kapal perang lebih kecil (kawal perusak), 10 LST, 2 kapal survey; Corps Marinirs (CM) 1 brigade terdiri dari 3 batalyon; Marine Luchvart Dienst (MLD) 1 skwadron pesawat penempur baru firefly, 1 flight dari 3 pesawat Catalina (Ampibi). ½ skwadron pesawat intai maritime mariner, 1 unit dari 12 pesawat pembom anti kapal selam Neptune, yang akan ditambah 6 buah lagi. AU Belanda (ML): 1 skwadron pesawat buru sergap Hawker Hunter MK VI dengan 6 pesawat yang sudah siap tugas operasi, 1 flight pesawat helicopter intai dan ½ skwadron pesawat angkut Dakota, dan Kepolisian Belanda, Algemeene Politie, jumlah kekuatan diperkirakan 1.700 orang, Mobile Politie dibentuk dalam regu-regu dengan susunan infanteri, jumlah ini terus ditingkatkan dengan adanya infiltrasi kita. (A.H. Nasution, 1989 : 75) 

Kelancaran pengambilan keputusan ini karena pada saat itu Indonesia menerapkan sistem demokrasi terpimpin yaitu demokrasi yang mendasarkan sistem pemerintahannya kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu kekuasaan sentral di tangan satu orang, (Inu Kencana Safi’i, Azhari, 2005 : 42) sehingga seluruh keputusan berada ditangan Presiden Soekarno yang pada waktu itu sebagai panglima tertinggi angkatan perang, memang menjadi kekuatan sentral dalam menggerakan semangat pembebasan Irian Barat.
Langkah persiapan yang diambil pemerintah Indonesia ini bisa disesuaikan dengan salah satu semboyan perdamaian yang popular pada saat Perang Dunia ke I yaitu “Si vis pacem, para bellum!” (Siapa yang ingin damai, harus siap untuk berperang), atau semboyan yang diopulerkan oleh Woodrow Wilson yaitu “Paece without victory”. (Soebantardjo, 1960 : 170) Adapun negara yang menjadi acuan pemerintah Indonesia dalam melengkapi peralatan perangnya adalah Amerika Serikat, Uni Soviet dan Negara lain yang sudah terbukti menguasai teknologi persenjataan modern.
Tahun 1959 Mayjen A. Yani mendapat tugas membeli senjata yang dikenal dengan “Misi Yani”. Tidak kurang dari 4 bulan lamanya Pak Yani di luar negeri mengunjungi berbagai Negara di Eropa dan Amerika, dan hasil misi itu sangat memuaskan. Dengan Amerika serikat misi mengadakan perjanjian membeli senjata ringan. Dengan Inggris dan jerman Barat mesiu dan truk. Di Perancis Tank. Di Yugoslavia obat-obatan mesiu, di Swedia senjata berat, di Denmark senjata ringan, di Cekoslovakia truk, di Italia dan Pakistan mesiu. (Ibu A. Yani, 1981 : 201)

Indonesia mencoba meminta bantuan dari Amerika Serikat kembali, namun pengadaan lebih lanjut “kuda-perang” bagi satuan kavaleri (kendaraan tempur) mengalami ganjalan dari negara-negara Blok Barat (NATO dan Amerika Serikat), pasalnya yang akan dihadapi adalah anggota mereka yaitu Belanda padahal sebelumnya ketika Presiden soekarno berkunjung ke Amerika Serikat pada tahun 1958,  Amerika mengijinkan Indonesia membeli 10 pesawat C-130 Hercules, sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di luar Amerika yang mempergunakan pesawat angkut raksasa yang termodern pada waktu itu.
Kesulitan Indonesia kian bertambah ketika Komando Dwikora yang menentang proses dekolonisasi jajahan Inggris di Semenanjung Malaysia dan Kalimantan Utara dikumandangkan, sehingga memancing reaksi keras dari negara-negara Barat. Oleh karena itulah maka Indonesia mulai “melirik” negara-negara Blok Timur, seperti Pakta Warsawa dan Uni Soviet.
 Akhirnya pada bulan Desember 1960, Jendral A.  H. Nasution sebagai menteri Pertahanan pada saat itu pergi ke Moskow, Uni Soviet, untuk meminta bantuan persenjataan militer, dan akhirnya pada tanggal 4 Maret 1961 di Jakarta dilangsungkan penandatanganan perjanjian pembelian persenjataan antara delegasi dari Uni Soviet dengan perwakilan dari pemeritah Indonesia yang diwakili oleh Jendral A. H. Nasution senilai 2,5 Milyar dolar AS  atas dasar kredit jangka panjang. Pembelian senjata tersebut adalah pembelian terbesar yang pernah dilakukan dengan luar negeri sampai saat itu. (Carmelia Sukmawati, 2000 : 67)

Tujuan dari pembelian peralatan militer ini adalah untuk menekan Belanda secara terus menerus, agar bersedia menyerahkan kembali wilayah Irian Barat kepada Indonesia secara damai. Penyusunan kekuatan militer ini juga dimaksudkan untuk mempersiapkan potensi militer Indonesia dengan kekuatan yang diperhitungkan kemampuannya untuk membebaskan Irian Barat dengan kekuatan bersenjata jika diperlukan. Indonesia juga mendekati negara-negara seperti India, Pakistan, Australia, Selandia Baru, Thailand, Britania Raya, Jerman, dan Perancis agar mereka tidak memberi dukungan kepada Belanda jika pecah perang antara Indonesia dengan Belanda. (Salim said, 2006 : 113)

Setelah pembelian persenjataan tersebut, sikap anti-kolonialisme dan anti-imperialisme yang ditetapkan sebagai bagian integral pertahanan negara harus dioperasionalkan dalam suatu strategi militer. Pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno menggelorakan komando militer untuk menyelasaikan masalah Irian Barat yang dikenal dengan Komando Mandala (Operasi TRIKORA) dalam sebuah rapat raksasa di Yogyakarta . Adapun isi pidatonya sebagai berikut:
TRIKORA

Kami Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam rangka politik konfrontasi dengan pihak Belanda untuk membebaskan Irian Barat telah memberikan instruksi kepada Angkatan Bersenjata untuk pada setiap waktu yang kami akan tetapkan menjalankan tugas kewajiban membebaskan Irian Barat Tanah Air Indonesia dari belenggu kolonialisme Belanda.
Dan kini , oleh karena Belanda masih tetap melanjutkan ditanah air kita Irian Barat, dengan memecah belah Bangsa dan Tanah Air Indonesia, maka kami perintahkan kepada rakyat Indonesia, juga berada di daerah Irian Barat, untuk menjalankan Tri Komando sebagai berikut:
1.    Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda
Kolonial.
2.      Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.
3.      Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan Tanah Air dan bangsa.
Semoga tuhan Yang Maha Esa memberkati perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Yogyakarta, 19 Desember 1961
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembabasan Irian Barat

SOEKARNO
(Ibu A. Yani, 1981 : 208)

Pidato tersebut intinya berisi tentang : pertama, menggagalkan rencana Belanda untuk mendirikan sebuah Negara boneka Papua; kedua, mengibarkan bendera Merah-Putih di Irian Barat sebagai bagian dari wilayah Indonesia yang sah; dan ketiga, mengerahkan semua sumber daya yang dimiliki bangsa Indonesia untuk berjuang sampai titik darah yang penghabisan. (Carmelia Sukmawati, 2000: 89)
Sesuai dengan perkembangan situasi, Trikora diperjelas dengan instruksi Panglima Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No. 1 kepada panglima Mandala Yang isinya:
1.    Merencanakan, mempersiapkan dan menyelanggarakan operasi-operasi militer, dengan tujuan untuk mengembalikan wilayah propinsi Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Negara RI.
2.    Mengembangkan situasi di wilayah Propinsi Irian Barat:
a.     Sesuai dengan tarap-tarap perjuangan dibidang diplomasi.
b.    Supaya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di erah-daerwilayah propinsi Irian Barat dapat secara de facto diciptakan daerah-daerah bebas/ atau didudukan unsur kekuasaan/ pemerintahan daerah RI. (Soal Mandala dan irian Barat, 1963: 360)
Politik keamanan pertahanan Republik Indonesia berdasarkan Manifesto Politik Republik Indonesia beserta terperinciannya dan berpangkal kepada kekuatan rakyat dengan bertujuan menjamin keamanan pertahanan nasional serta turut mengusahakan terselenggaranya perdamaian dunia. Pertahanan Negara Republik Indonesia bersifat defensiv-aktif dan bersifat anti-kolonialisme dan anti-imperialisme dan berdasarkan pertahanan rakyat semesta yang berintikan tentara suka rela dan milisi. (Carmelia Sukmawati, 2000 : 86-87)

Gerakan Trikomando Rakyat (TRIKORA) untuk mengembalikan Irian Barat kepangkuan Ibu Pertiwi saat itu nampaknya sudah menjadi bagian hidup sehari-hari bangsa Indonesia. Di sekolah, di kantor, di tempat-tempat umum, topik pembicaran orang lebih sering kepada soal TRIKORA ini. Emosi masa setiap saat selalu bangkit, muncul berupa ketidak senangan kepada bangsa Belanda. Apalagi semangat anti Belanda tidak pernah putus sejak pengambil alihan perusahaan milik Belanda pada tahun-tahun sebelumnya. Kegandrungan masyarakat ini tentu saja terutama karena dipicu pidato-pidato Presiden Soekarno.
Sejak tahun limapuluhan, Bung Karno memang tidak pernah melupakan untuk menyelipkan soal Irian Barat dalam pidatonya. Dengan perkataan lain telah terjadi etape politik memusuhi Belanda babak kedua setelah masa Revolusi Perang Kemerdekaan 1945-1949. Itulah suasana gejolak politik 60-an yang terjadi. Dalam suasana ini, tanpa disadari masyarakat, dua kekuatan politik mulai berebut pengaruh dan bersaing habis-habisan, yaitu Angkatan Darat dan PKI, sikap Angkatan Darat yang dipimpin Jenderal A.H. Nasution yang dikenal anti PKI sebagai penyeimbang supaya Indonesia tetap dalam sistem  politik non blok, karena lebih condongnya Indonesia saat itu ke Uni Soviet sebagai pusat faham komunis. Persaingan ini baru berahir nanti saat meletusnya peristiwa G30S pada tahun 1965. Tapi dalam soal TRIKORA, keduanya melihat kalau kampanye perebutan Irian Barat akan menuai pembangunan kekuatan politik masing-masing secara nyata.
Bagi TNI, kampanye untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda adalah kesempatan terbaik untuk membangun kekuatan militernya. Hal ini sejalan dengan usaha memancing simpati Rusia sebagi blok Soviet yang sedang perang dingin dengan blok Amerika. Bantuan hibah atau pinjaman ringan merupakan masa paling mewah bagi pembangunan kekuatan militer Indonesia saat itu yang secara ekonomi masih dalam keadaan memprihatinkan.
Pada masa kampanye pembebasan Irian Barat, sebagian besar belanja negara dicurahkan untuk pembiayaan militer, sedang untuk ekonomi hanya 25-30 persen, akibatnya tekanan inflasi mencapai lebih dari 100 persen, sehingga defisit anggaran belanja Negara yang berjumlah Rp 1,56 milyar tahun 1956, menjadi Rp 16,65 milyar pada tahun 1961 dan diperkirakan Rp 37 milyar tahun 1962. (Salim Said, 2006 : 169)
C.  Pengaruh Pembelian Senjata ke Uni Soviet Terhadap Politik Luar Negeri Indonesia
Akibat kedekatan Pemerintah Indonesia dengan Uni Soviet yang ditandai dengan pembelian persenjataan , maka faham komunis pun berkembang pesat di Indonesia dan banyak mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Pada bulan Juli 1962 anggota BTI (organisasi tani dibawah PKI) berjumlah 5,7 juta orang, anggota SOBSI (satuan organisasi buruh seluruh indonesia)  3,3 juta orang, Gerwani 1,5 juta orang. Jumlah anggota PKI yang tercatat pada ahir tahun 1962 telah mencapai lebih dari 2 juta orang. Jumlah kaum intelek anggota PKI, LEKRA telah mencapai 100.000 orang pada medio tahun 1963. Semua ini telah menempatkan PKI sebagai partai komunis terbesar diluar negara komunis. (William H. Frederick, Soeri Soeroto, 2005: 175)
Kedekatan  dengan Negara-negara komunis ini dipandang oleh para elit politik saat itu dan juga para petinggi militer seperti Jenderal A.H. Nasution dapat melencengkan sistem politik luar negeri Indonesia yang selama ini menganut sistem politik luar negeri bebas aktif atau non-blok. Maka sikap pemerintah ini diimbangi oleh militer terutama TNI Angkatan Darat dengan mengambil sikap bermusuhan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Diplomasi TNI terhadap kubu-kubu dunia Barat, Washington, Paris, Bonn, London rupanya tidaklah sia-sia. Kami selalu menjelaskan bahwa soal Irian Barat tidak bisa lepas dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan TNI tidak akan jadi antek komunis. Akan tetapi sebaliknya, berlarut-larut sengketa Irian Barat ini menguntungkan bagi komunis di Indonesia dan di dunia Internasional. (A.H. Nasution, 1989 :284)
TNI kami gambarkan sebagai penjamin politik bebas aktif, tidak ke kiri dan tidak ke kanan. Sikap Negara-negara Barat yang dulu mendukung PRRI/Permesta, sekarang telah beralih melihat kepada TNI sebagai potensi anti-komunis. Walaupun tidak pro-Barat, seperti PRRI itu. Sukses kami memulihkan keamanan dan ketertiban Republik terhadap sekian pemberontakan, tidaklah mereka abaikan. (A.H. Nasution, 1989 :284)
Kesulitan yang kami rasakan dalam mengemban diplomasi TNI ini ialah, tokoh-tokoh politik dan militer di Barat menyimpulkan bahwa Presiden kita telah melepaskan diri dari kemurnian politik bebas aktif itu dan kini lebih rapat kepada negara-negara komunis. Politik Nasakom di dalam negeri dan politik kerja sama dengan blok komunis dalam anti-imperialisme internasional adalah suatu kenyataan. (A.H. Nasution, 1989 :284)

D.  Kekuatan Persenjataan TNI Menjelang Operasi Trikora
1.      Proses Pembelian
Sesuai dengan keterangan di atas, dalam rangka persiapan Operasi Trikora tersebut, Indonesia memboyong ratusan unit kendaraan tempur (ranpur) dari berbagai negara.  Namun yang paling besar dari Uni soviet yang sedang meningkatkan pengaruhnya di Indonesia supaya merugikan Amerika serikat dan China.
Tahun 1959 Mayjen A. Yani mendapat tugas membeli senjata yang dikenal dengan “Misi Yani”. Tidak kurang dari 4 bulan lamanya Pak Yani di luar negeri mengunjungi berbagai Negara di Eropa dan Amerika, dan hasil misi itu sangat memuaskan. Dengan Amerika serikat misi mengadakan perjanjian membeli senjata ringan. Dengan Inggris dan jerman Barat mesiu dan truk. Di Perancis Tank. Di Yugoslavia obat-obatan mesiu, di Swedia senjata berat, di Denmark senjata ringan, di Cekoslovakia truk, di Italia dan Pakistan mesiu. (Ibu A. Yani, 1981 : 201)

Pada bulan Desember 1960, Jendral A. H. Nasution pergi ke Moskwa, Uni Soviet, dan akhirnya berhasil mengadakan perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5 miliar dollar Amerika dengan persyaratan pembayaran jangka panjang. Setelah pembelian Alutsista tadi, kini angkatan bersenjata mulai membesar, sejak revolusi mencapai sekitar 300.000 perajurit tahun 1961 dan 330.000 perajurit tahun 1962. (Mc. Rickleft, 2005 : 106 )

 Ketika tidak satupun negara Asia Tenggara yang memiliki pesawat pembom, kita suda punya squadron Elyusin dengan semua perangkat penunjangnya. Kekuatan udara pesawat tempur AURI tiba-tiba melompat dari pesawat-pesawat tua kepada pesawat-pasawat canggih dan modern, seperti Mig 15, 17 dan terahir 21. Tidak lupa untuk pertama kali kita juga diperkenalkan dengan sistim radar canggih dan peluru kendali dari darat ke udara. Demikian pula kekuatan laut kita saat itu tidak bisa dibilang kecil. Kita memiliki sejumlah kapal perang besar, kapal selam, kapal cepat torpedo, penyapu ranjau, amtrack, tank amfibi dan masih banyak lagi.
Sejumlah perwira tinggi TNI AD yang diketuai Jenderal AH. Nasution, telah mendapat undangan untuk berkunjung ke Uni Soviet untuk diperkenalkan pada kekuatan militer Pakta Warsawa. Angkatan Darat dengan kekuatan infantrinya akan ditunjang oleh kekuatan artileri (meriam) dan kavaleri (kendaraan tempur) tingkat dunia. Senjata pasukan yang dimiliki mulai dari senjata ringan Kalasnikof (AK-47), Bren AK, pistol Tokaref, sampai peluncur granat yang belum pernah kita miliki sebelumnya. Demikian juga telah diadakan pelatihan militer bagi personil ketiga angkatan di negara-negara blok Soviet dan kunjungan konsultan militer Uni Soviet juga bagi ketiga angkatan.


Adapun untuk rincian pembelian Alutsista tiap angkatan sebagai berikut:
a.      TNI Angkatan Darat (AD)
Pada tahun 1960 TNI AD menerima Alutsista berupa  ranpur beroda ban EBR/FL-11 Panhard dan tank ringan AMX-13 dari Perancis. Di tahun yang sama juga TNI AD kembali menerima ranpur anyar dari Inggris, yaitu Ferret Mk.2/3, VF 601 Saladin dan VF 602 Saracen. Dari Uni Soviet, TNI AD menerima panser roda BTR 40P, BTR 152P. Belum lagi ribuan senapan serbu terbaik saat itu dan masih menjadi legendaries sampai saat ini yaitu, AK-47, Bren AK, pistol Tokaref. (http//www.Pusat Sejarah TNI AD.com)

b.      TNI Angkatan Laut (ALRI)
TNI AL menerima Alutsista berupa :
1)        Panser amfibi angkut personel BTR 50
2)        Panser intai BRDM
3)        Panser angkut serba-guna KAPA K-61
4)        Tank amfibi ringan PT-76
5)        Torpedo
6)        12 kapal selam kelas Whiskey
7)         Puluhan kapal korvet
8)        Kapal Cepat
9)        Kapal Penyapu Ranjau
1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu KRI Irian). Total, Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur. (http//www.Pusat Sejarah TNI AL.com)
Kekuatan utama TNI Angkatan Laut di saat Trikora itu adalah salah satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, yaitu KRI Irian. Kapal ini dapat memuat 1.270 awak kapal, termasuk 60 orang perwira, 75 perwira pengawas, dan 154 perwira pertama. KRI Irian adalah kapal penjelajah kelas Sverdlov dengan kode penamaan Project 68-bis. Kapal jenis ini adalah kapal penjelajah konvensional terakhir yang dibuat untuk AL Soviet, 13 kapal diselesaikan sebelum Nikita Khrushchev menghentikan program ini, karena kapal jenis ini dianggap kuno dengan munculnya rudal (peluru kendali). Kapal ini adalah hasil pengembangan dan versi yang lebih besar dari kapal penjelajah kelas Chapayev. Kemiripan kapal penjelajah RI Irian dengan kapal kelas Chapayev adalah pada senjata utama, permesinan, dan perlidungan bagian samping. Sedangkan perbedaannya terletak pada kapasitas bahan bakar yang lebih banyak untuk jarak tempuh yang lebih jauh, lambung yang seluruhnya dilas, proteksi bawah air yang lebih bagus, artileri anti pesawat yang lebih baik dan radar yang lebih baik pula. Istilah pemberian nama kapal perang saat itu cukup dengan RI Irian, RI Macan Tutul dll, sehingga untuk KRI Irian disebut sebagai Kapal Pendjeladjah RI Irian, nomor lambung 201. (http//www.Pusat Sejarah TNI AL.com)

Adapun spesifikasi dari KRI Irian sebagai berikut:
Lapisan Baja Pelindung
·           Sabuk lapis baja utama: 100 mm
·           Buritan: 32 mm
·           Dek: 50 mm
·           Rumah Dek: 130 mm
·           Tempurung meriam utama: 175 mm
Peralatan Elektronik
·       Radar:
o   Radar Pencari udara Gyus-2
o   Radar pencari permukaan laut Ryf
o   Radar navigasi Neptun
·       Sonar:
o   Tamir-5N dipasang di hull
·       Lain-lain:
·           Machta ECM (electronic Counter Measures). (http//www.Pusat Sejarah TNI AL.com)
Senjata utama dari KRI Irian adalah 4 buah turret/kubah, dimana setiap turret berisi 3 meriam kaliber 6 inchi. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inchi di geladaknya.
·           10 tabung torpedo antikapal selam kaliber 533 mm
·           12 buah kanon tipe 57 cal. B-38 kaliber 15.2 cm (6 di depan, 6 di belakang)
·           12 buah kanon ganda tipe 56 cal. Model 1934 6 (twin) SM-5-1 kaliber 10 cm
·           32 buah kanon multi fungsi kaliber 3,7 cm
·           4 buah triple gun Mk5-bis kaliber 20 mm (untuk keperluan antiserangan udara). (http//www.Pusat Sejarah TNI AL.com)

            Uni Soviet tidak pernah sekalipun memberikan kapal sekuat ini pada bangsa lain manapun, kecuali Indonesia.( Sebagai gambaran, kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1600 ton). Dengan kekuatan ini, Angkatan Laut Indonesia menjadi yang terkuat di kawasan bumi bagian selatan.

c.       TNI Angkatan Udara (AURI)
Angkatan Udara Indonesia juga menjadi salah satu armada udara paling mematikan di dunia, yang diperkuat oleh lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Armada ini terdiri dari:
1)      41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan)
2)       9 Helikopter MI-6 (angkutan berat)
3)      30 pesawat jet MiG-15
4)      49 pesawat buru sergap MiG-17
5)      10 pesawat buru sergap MiG-19
6)      20 pesawat pemburu supersonik MiG-21
7)      22 pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28
8)      14 pesawat pembom jarak jauh TU-16
9)      12 pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi dengan persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1
10)   26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14,
11)   6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12B buatan Uni Soviet,  
 dan
12)  10 pesawat angkut berat jenis C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.
13)   3 satuan pertahanan udara dengan roket dan radar. (http//www.Pusat Sejarah TNI AU.com)
Pesawat MiG-21 Fishbed adalah salahsatu pesawat supersonic tercanggih di dunia, yang telah mampu terbang dengan kecepatan mencapai Mach 2. (http//www.Pusat Sejarah TNI AU.com). Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II seperti P-51 Mustang. Sebagai catatan, kedahsyatan pesawat-pesawat MiG-21 dan MiG-17 di Perang Vietnam sampai mendorong Amerika mendirikan United States Navy Strike Fighter Tactics Instructor, pusat latihan pilot-pilot terbaik yang dikenal dengan nama TOP GUN. TNI Angkatan Udara juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika, Rusia, dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi, Surabaya. Bahkan China dan Australia pun belum memiliki pesawat pembom strategis seperti ini. Pembom ini juga dilengkapi berbagai peralatan elektronik canggih dan rudal khusus anti kapal perang AS-1 Kennel, yang daya ledaknya bisa dengan mudah menenggelamkan kapal-kapal tempur Barat. (http//www.Pusat Sejarah TNI AU.com)

   Dari keterangan di atas, memang sebagian besar peralatan baru itu jatuh ke TNI Angkatan Udara dan  Angkatan Laut yaitu angkatan-angkatan yang dipandang Presiden Soekarno lebih kooperatif dari Angkatan Darat. (M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 2005) “Pengalaman perang Trikora yang dapat menggetarkan itu karena kekuatan laut dan udara kuat”. (Purnomo Yusgiantoro, Kompas, 2011: 01)
2.      Proses Pengoperasian Persenjataan TNI
             Pengoperasian persenjataan yang telah memperkuat pasukan TNI itu untuk melakukan serangan militer terhadap kekuatan Belanda di Irian Barat melalui Operasi Trikora yang telah digelorakan oleh Presiden Soekarno. Untuk melakukan Operasi ini Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando.
             Komando Mandala memiliki tugas untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer utuk menggabungkan Papua bagian Barat dengan Indonesia. Operasi-operasi militer yang dilakukan Komando Pembebasan Irian Barat adalah sebagai berikut:
a.       Pertempuran Laut Aru
            Pertempuran laut Aru adalah pertempuran antara tiga kapal perang Indonesia yang sedang berpatroli yaitu KRI Macan Kumbang, KRI Macan Tutul dan KRI Harimau dengan kapal perang dan pesawat Angkatan Laut Balanda. Pertempuran ini pecah pada tanggal 15 Januari 1962 dan menengelamkan KRI Macan Tutul serta mengugurkan Komodor Yos Sudarso yang telah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, yaitu “Kobarkan semangat Pertempuran !”.
b.      Operasi Penyusupan (Infiltrasi)
Operasi Penyusupan ini adalah dengan melakukan penerjunan pasukan melalui udara disekitar titik pertahanan pasukan Belanda di Irian Barat. Panglima Komando Mandala membentuk Operasi Benteng 1 dan 2, Operasi Garuda, Operasi Serigala, dan Operasi Naga. Ini merupakan operasi dengan menggunakan pasukan elit yang terdiri dari Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), dan Raider Para, dengan sasaran Sorong, Manokwari, Fak Fak, Kaimanan dan Merauke. (M.C. Riklefs, 1989 : 537)

c.       Operasi Jayawijaya
Opersi Jayawijaya merupakan operasi militer yang dirancang sebagai operasi pamungkas untuk merebut Irian Barat, sehingga operasi Jayawijaya ini menjadi operasi amfibi gabungan terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia. Sebagai gambaran kekuatan operasi ini, berikut adalah pembagian disetiap sektor dalam operasi Jayawijaya,  bagian pertahanan, terisi dari : Kodam XIII, XIV, XVI, Kodamar V, VI dan korud II, IV dengan masing-masing pasukan organiknya; 2 resimen Brimob dan Bn 508/ Brawijaya; 2 batalyon artileri medan; 14 bateri artileri sasaran udara dengan 5 stasion radar; 8 pesawat udara MIG 17 dan 6 pesawat AS-4 Cannet. Bagian penipuan/ pengikat terdiri dari: kurang dari 2000 pasukan gerilya di daratan Irian Barat, 1 brigade infanteri, detasemen pelopor Brimob dan 3 kompi satuan intel, 2 kapal MTB dan kesatuan kapal cepat torpedo KKTT 16. Bagian penghubung/penyelidik: 6 pesawat udara Albatros, 6 pasawat udara helicopter dan 2 pesawat udara Otter. Pengangkutan: 20 pesawat udara Dakota, 6 pasawat udara Helcules dan 26 kapal LST. Perawatan/logistic: 9 kapal Tanker/salvage dan 3 kapal rumah sakit. Bagian penyerang: 6 kapal selan dari kasatuan kapal selam KKS 13 dan 6 kapal selam dari kesatuyan kapal selam KKS 15; 20 pesawat pembom strategis TU 16 dan TU 16 KS, 6 pesawat pembom taktis IL 28, 6 pesawat Mustang P 51, dan 6 pesawat B 25 dan B 26; 1 kapal komando 2 kapal perusak, 4 kapal MTB, 4 kapal fregat/korvet, 13 kapal buru selam dan 4 kapal penyapu ranjau; 2 komando divisi dengan unsure bantuan 1 batalyon; 2 brigade para; 1 brigade KKO Pasrat 45 dibantu dengan Bn 509/Brawijaya dan 1 kompi tank; 1 cadangan umum AD. Untuk pertahanan udara, kesatuan-kesatuan tempur (KT) yang terpencar di pangkalan udara sebagai berikut : KT Parikesit di pangkalan udara Morotai dengan unsure-unsur 2 pesawat Albatros, 4 pesawat MIG 17, 6 pesawat TU 16 dan 6 pesawat TU 16 KS. KT Antareja di pangkalan udara Amahai dengan unsur-unsur: 6 pesawat Mustang P 51. 1 pesawat Albatros, 1 pesawat helicopter, 4 MIG 17, 6 pesawat IL 28, 4 pesawat Hercules. KT Aswatama di pangkalan udara Pattimura/Ambon dengan unsur-unsur: 1 pesawat Albatros, 1 pesawat Helikopter Mi-4, 2 pesawat MIG 17, 1 pesawat Otter, dan 2 pesawat Hercules.KT Wisanggeni di pangkala Udara Letfuan dengan unsur-unsur: 4 pesawat B 25/26, 12 pesawat Dakota, 2 pesawat Albatros, 1 pesawat Helikopter Mi-4, 6 pesawat MIG 17 dan 1 pesawat Otter. KT Wesiaji di pangkalan udara Iswahyudi Madiun dengan unsur-unsur: 6 pesawat TU 16 dan 6 pesawat TU 16 KS. KT Anggada di pangkalan udara Halim Perdanakusumah Jakarta dengan unsur-unsur: 4 pasawat Avia, 6 pesawat Dakota, 3 pesawat Hercules, dan cadangan dari Wing Garuda berupa pesawat-pesawat transpor. Adapun untuk mempersiapkan bidang pertahanan laut : kesatuan kapal cepat torpedo atau KKTT 16 terdiri 8 kapal cepat torpedo kelas Rusia, 2 kapal cepat torpedo kelas Yaguar untuk keperluan pengangkuatan bagi pendaratan (silent landing) dan 2 kapal tender. Kesatuan kapal selam Ampibi atau ATA 17 yang terdiri dari 60 kapal perang berbagai jenis yang dibagi-nagi menjadi: gugus tugas markas, gugus tugas bantuan tembaka kapal, gugus tugas tabor, gugus tugas angkut, gugus tugas awas dan gugus tugas perawatan. Pasukan pendarat atau Pasrat 45 terdiri dari 8.100 pasukan, termasuk di dalamnya sebanyak 1.400 pasukan dari ADLA. Kekuatan kita ini diperkirakan 3 kali lebih besar dari kekuatan yang dimiliki Belanda. (A.H. Nasution, 1989 : 311)
 Operasi-operasi itu dibenarkan oleh para petinggi ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) yang menyingkapkan data-data historis sekitar perjuangan Irian Barat. Dari data-data itu terpastikan benarlah pada bulan Agustus 1962, Indonesia sudah berada di tepi jurang peperangan menghadapi Belanda di Irian Barat. Memang tadinya akan ada invasi besar-besaran ke Irian barat. Menjelang saat-saat ditandatanganinya persetujuan antara Indonesia dan Belanda tentang penyerahan Irian Barat, ALRI telah mengerahkan 120 kapal perang yang tergabung dalam Angkatan Tugas Amfibi 17 (ATA-17) dibawah pimpinan Komodor Laut Sudomo ke garis depan untuk sewaktu-waktu siap mendarat membebaskan wilayah Irian Barat dari kungkungan Belanda.    Di dalam ATA-17 terdapat Satuan Pendarat-45 (Saprat-45) dengan kekuatan 10.000 anggota KKO (Marinir) di bawah pimpinan Kolonel Suwardji, sedangkan pasukan pendarat bantuan berkekuatan 20.000 anggota Angkatan Darat di bawah pimpinan Brigjen Rukman selaku Komandam Divisi II. ATA-17 dibentuk bulan Juli 1962 dan “setiap waktu” siap menunggu “lampu hijau” dari Panglima Tertinggi untuk menghancurkan semua kapal musuh dilautan maupun perlengkapan militer musuh yang ada di daratan Irian Barat. Brigjen Ali Sadikin menerangkan saat-saat kritis bagi Komando ATA-17 ialah sekitar tanggal 12 dan 13 Agustus 1962. Harus dikatakan, bahwa keputusan Presiden membatalkan serangan ATA-17 adalah keputusan yang terbaik, sebab dengan demikian terhindarlah Indonesia dari kehilangan nyawa putra-putranya. Dengan tidak terjadinya pecah perang, paling tidak ALRI tetap utuh. Menurut   Brigjen Ali Sadikin jumlah kapal perang yang dimiliki ALRI kira-kira 250 buah atau kalau dihitung dalam tonase sekitar 350.000 ton dengan personalia sekitar 40.000 orang. Sekitar 80-90 persen dari seluruh perlengkapan ALRI didatangkan dari Uni Soviet. (Salim Said, 2005 : 175)
            
3.      Pengaruh Kekuatan Persenjataan TNI Terhadap Kesepakatan Perjanjian dengan Belanda
Indonesia menjadi negara yang sangat kuat ditinjau dari kekuatan militer di kawasan pada era tahun 60-an, dengan kekuatan senjata yang sebagian besar didapatkan dari negara-negara blok Timur dalam rangka kepentingan menghadapi konfrontasi militer dengan Belanda pada perebutan Irian Barat, maupun saat pelaksanaan operasi Dwikora, karena sikap politik negara pada masa itu yang menentang dibentuknya Negara Konfederasi Malaya. Mengingat Indonesia pada masa itu condong ke Timur, sehingga kehadiran kekuatan pro-Barat dianggap merupakan neokolonialisme. Di luar alasan itu semua, yang terpenting kekuatan angkatan bersenjata Indonesia pada masa itu tiada tandingannya, sehingga negara-negara kawasan menjadi berhati- hati dan penuh perhitungan dengan eksistensi kekuatan militer Indonesia.
 Ini semua membuat Indonesia menjadi salah satu kekuatan militer laut dan udara terkuat di dunia. Dibandingkan dengan Alutsista yang dimiliki TNI saat ini, sangat patut kita berkaca pada sejarah agar tidak dilecehkan negara lain akibat Alutsista yang kadaluarsa. (Carmelia Sukmawati, 2000 : 89-90)
Dengan dimilikinya “Komando Flotila” yaitu kapal-kapal berpeluru kendali dari kapal ke kapal oleh ALRI, maka Indonesia merupakan negara pertama di belahan bumi selatan yang memiliki kapal-kapal berpeluru kendali. Indonesia juga adalah salah satu dari tiga negara Asia selain Jepang dan RRT (China) yang memiliki kapal-kapal selam berkekuatan perusak yang sangat dahsyat. Indonesia memiliki 20 kapal selam dan kapal penjelajah raksasa RI “Irian” yang mempunyai 1050 awak kapal serta bebagai persenjataan modern. (Salim Said, 2005 : 175)

Terciptanya kekompakan berbagai angkatan perang Indonesia dalam satu komando, senantiasa siap dan sigapnya pasukan TNI dalam menghadapi pihak Belanda, membuat seluruh operasi militer dapat terlaksana kecuali Operasi Jayawijaya karena disepakatinya perjanjian dengan pihak Belanda pada tanggal 15 Agustus 1962 yang kemudian pada tanggal 25 Agustus 1962 operasi Jayawijaya dihentikan. Namun demikian , operasi Jayawijaya telah memperlihatkan kepada dunia pada umumnya dan pihak Belanda pada khususnya bahwa bangsa Indonesia memiliki angkatan perang yang besar dengan dibekali peralatan perang yang canggih dan  kuat sehingga siap tempur kapan saja.
Bagi kepentingan Amerika Serikat, hal ini rupanya bukan main-main. Melihat pihak militer yang amat tergantung pada blok Soviet. Begitu hebat efeknya, sehingga memberikan pengaruh terhadap kebijakan Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden John F. Kennedy yang memaksa Belanda untuk segera keluar dari Papua, dan menyatakan dalam forum PBB bahwa peralihan kekuasaan di Papua dari pihak Belanda ke Indonesia adalah sesuatu yang bisa diterima.
Walaupun pada awalnya Amerika Serikat tidak mendukung penyerahan Papua bagian barat ke Indonesia karena menurut Bureau of European Affairs di Washington DC menganggap hal ini akan “menggantikan penjajahan oleh kulit putih dengan penjajahan oleh kulit coklat”. Tapi pada bulan April 1961, Robert Komer dan McGeorge Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal. Walaupun ragu, Presiden Amerika Serikat saat itu John F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena iklim Perang Dingin saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta pertolongan pihak komunis Uni Soviet bila tidak mendapat dukungan AS. (Kholid O. Santosa, 2009:59)

4.      Kolonialisme Belanda di Irian Barat Berakhir
Setelah bangsa Indonesia menempuh berbagai rintangan dan menyelesaikannya baik secara diplomasi atau perundingan maupun dengan konfrontasi secara militer yang menguras harta tenaga serta pikiran bahkan menimbulkan korban jiwa dalam proses pembebasan Irian Barat, dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa tibalah juga saat-saat yang dinantikan itu.
Tekad yang begitu besar untuk tidak mundur selangkah pun dan datangnya persenjataan canggih dari Uni Soviet dan negara lain, ditambah ditariknya dukungan Amerika terhadap Belanda serta dibarengi gencarnya perang politik di forum internasional juga tekanan para sukarelawan, akhinya Belanda menyadari bahwa tidak ada kekuatan yang mampu menandingi kekuatan nasionalisme. Kesadaran Belanda itu diwujudkan secara formal dalam suatu perjanjian internasonal yaitu “Persetujuan New York” (New York Agreement) tanggal 15 Agustus 1962 yang mengakhiri pendudukan Belanda atas Irian Barat dan dikibarkannya bendera merah putih di bumi Irian Barat. (Carmelia Sukmawati, 2000 : 85)

Persetujuan New York merupakan usulan dari utusan Amerika Ellsworth Bunker yaitu mantan Dubes Amerika untuk India, dia adalah pih ketiga yang menghadiri perundingan rahasia informal antara Indonesia dan Belanda di Washington. Sekertaris Jendral PBB U. Thant menyampaikan usulan Bunker tadi pada tanggal 6 April 1962 dan akhirnya di tandatangani usulan tadi tanggal 15 Agustus 1962. Adapun isi Persetujuan New York itu adalah :
a)      Selama tahun pertama Belanda berangsur-angsur akan di tarik dari Irian Barat
b)      Bulan tahun kedua pemerintah Indonesia berangsur-angsur akan dimasukan dan pegawai pemerintahan Belanda akan diganti dengan orang Indonesia
c)      Setelah masa peralihan dua tahun itu pemerintah akan diserahkan langsung kepada Indonesia
Sebuah badan internasional akan mengawal self-determination bagi penduduk pribumi Irian Barat, bahkan ketika Indonesia mengambil alih pemerintahan atas daerah tersebut (Salim Said, 2006 : 136)

Setelah ditandatangani, ternyata masa peralihan dua tahun seperti yang digariskan dalam usulan Bunker diperpendek jadi sembilan bulan. Tanggal 1 Oktober 1962 penjajahan Belanda di Irian Barat berakhir, seluruh kekuasaannya diserahkan kepada badan PBB UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) dan bendera Merah Putih akan dikibarkan bersama dengan panji-panji PBB. (Salim Said, 2006 : 173)

Dari pembahasan di atas, keberhasilan perjuangan diplomasi Indonesia untuk membebaskan bumi Papua yang menghasilkan New York Agreement adalah dorongan bagi suksesnya perjuangan konfrontasi militer, terutama perjuangan pembebasan Irian Barat dengan Operasi Trikora dan didatangkannya Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) yang kuat, memberikan dampak yang besar bagi keberhasilan mengembalikan bumi Irian Barat tetap menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).




                                               BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A.    Simpulan
            Berdasarkan pemaparan dari awal hingga akhir pembahasan skripsi ini, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Penambahan kakuatan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) militer Indonesia menjelang terjadinya Operasi Trikora merupakan suatu keharusan dalam menjawab tantangan atau propokasi pemerintah kerajaan Belanda yang menempatkan kekuatan militernya di Irian Barat, dan Indonesia sudah tidak memiliki harapan baik lagi kepada pihak Belanda setelah dengan perjanjian dan diplomasi dalam menyelesaikan masalah Irian Barat mengalami kegagalan serta merasa perlu menghadapi mereka dengan kekuatan militer.
2.      Dengan kekuatan militer yang dilengkapi dengan Alutsista yang besar dan kuat, sehingga memiliki daya tangkal dan menimbulkan efek penggentar bagi setiap musuh termasuk Belanda, maka upaya Indonesia dalam mengusir Belanda dari Bumi Irian Barat akhirnya dapat tercapai.
3.      Dengan pembelian Alutsista secara besar-besaran kepada Uni Soviet, kekuatan militer Indonesia pada saat itu menjelma menjadi salah satu kekuatan militer terbesar di dunia bahkan terbesar di belahan bumi bagian selatan, suatu kekuatan “raksasa” yang belum pernah dimiliki dan dirasakan militer Indonesia baik sebelum Operasi Trikora maupun sesudahnya sampai sekarang.

B.     Saran
            Berdasarkan dari kajian penulis , dalam hal ini ada beberapa saran berkenaan dengan wacana gambaran tulisan ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini mamiliki banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis memberi saran kepada pembaca agar dalam mencari kebenaran atau pengetahuan sejarah dalam hal ini mengenai kondisi kekuatan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI dalam mendukung Operasi Trikora harus didukung dengan buku-buku sumber sejarah lain yang berkaitan dengan masalah ini.
            Kepada pejabat pemerintahan kiranya skripsi ini bisa dijadikan suatu gambaran, bagaimana lemahnya kekuatan militer Indonesia saat ini dalam segi kualitas dan kuantitas Alutsista apabila dibandingkan dengan 40 tahun yang lalu. Maka tidak heran apabila negara sekelas Malaysia pun berani mempropokasi di perairan/perbatasan Indonesia.
            Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan inspirasi bagi masyarakat dalam rangka mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.





                                                             DAFTAR PUSTAKA


Adang S. (1985). Operasi Trikora. Jakarta : Rosdakarya.
A. H. Nasution. (1989). MEMENUHI PANGGILAN TUGAS, jilid 5 : Kenangan Masa Orde Lama. Jakarta : CV Haji Masagung
Ramadhan KH. (1994). Soeharto, Ucapan, Tindakan dan Perbuatan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Rosihan Anwar. (2006). Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Suharsimi Arikunto. (2006). PROSEDUR PENELITIAN SUATU PENDEKATAN PRAKTIK. Jakarta : PT RINEKA CIPTA
Carmelia Sukmawati. (2000). Lintas Perjuangan Putera Papua. Jakarta : PT Sakanindo Printama  
Delliar Noer. (1990). Mohammad Hatta, Biografi Politik. Jakarta : LP3ES
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI. (1997). 50 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta : PT Citra Media Persada.
Dinas Sejarah Militer TNI AD. (1979). Sejarah TNI AD 1945-1973: Peranan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Menegakan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta : Dinas Sejarah TNI AD 
Ibu A. Yani. (1981). AHMAD YANI : Sebuah Kenang-kenangan.
Kapitsa  M.S. & Maleti N.P. (2009). Soekarno Biografi Politik. Bandung : Ultimus
Marwati Djoened Poesponegoro dan Notosusanto Nugroho. (1993). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta : Balai Pustaka.
Ricklefs. Mc. (2005). Sejarah Indonesia Modern. Jogjakarta :  Gadjah Mada University Press
Purnawan Tjondronegoro. (1980). Merdeka Tanahku Merdeka Negeriku. Jakarta : Yayasan Sinar Negara
Pusat Sejarah dan Tradisi. (1972). Cuplikan SejarahPerjuangan TNI Angkatan Darat. Bandung-Jakarta : Fa Mahjuma
Pusat Sejarah dan Tradisi. (1985). 40 Tahun angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Jakarta : Mabes ABRI.
Safi’I Inu Kencana, Azhari. (2005). Sistem Politik Indonesia. Bandung : PT Refika Aditama
Satrio. (1986). Perjuangan dan Pengabdian. Jakarta : Arsip Nasional Republik Indonesia.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. (1978). 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta : PT Jayakarta Agung Offset.
Suharsimi Arikunto. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara















Lampiran :


Keterangan : Kapal perang Republik Indonesia Irian merupakan kapal perang penjelajah terbesar yang pernah dimiliki angkatan laut Indonesia, kapal ini dibeli dari Uni Soviet sebagai tulang punggung dalam rangka konfrontasi militer dengan Belanda di tanah Irian Barat.
Sumber         :





Keterangan : Salah satu persenjataan berat di geladak KRI Irian berupa turet ( Kubah  meriam.
Sumber        :









Keterangan : Pesawat tempur Mig-21 buatan Uni Soviet merupakan pesawat tempur supersonik paling canggih saat itu yang bisa terbang dengan kecepatan 2 mach (2 kali kecepatan suara) menjadi tulang punggung TNI Angkatan Udara pada saat Operasi Trikora.
Sumber       : PERTAHANAN INDONESIA, Angkatan Perang Negara Kepulauan, hal: 173










Keterangan : Pesawat pembom Tu-16, Indonesia menjadi salah satu dari empat negara di dunia yang mengoperasikan pesawat pembom selain Amerika, Rusia dan Inggris.
Sumber         : PERTAHANAN INDONESIA, Angkatan Perang Negara Kepulauan, hal: 171












DAFTAR RIWAYAT HIDUP



Nama                                       : Moh. Syarif Hidayat
Umur                                       : 28 Tahun
Tempat/Tanggal Lahir : Ciamis, 27 September 1983
Agama                                     : Islam
Alamat Rumah                       : Kampung Cipicung Rt 18/Rw 09 Desa Karangsari
                                                    Kecamatan Padaherang Kabupaten Ciamis
Telp /Hp                                 : 085223367074

PENDIDIKAN
1.      1991-1996                        : SD Negeri IX Padaherang (SDN 2 Karangsari)
2.      1996-1999                        : SLTP Negeri 2 Padaherang
3.      1999-2005                        : PonPes Al-Ihsan Jampes Kediri Jatim
4.      2005-2007                        : Paket C PKBM Al-Hikmah Padaherang
5.      2007-Sekarang                 : S1 Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Siliwangi
                                           Tasikmalaya